Selasa, 23 Juni 2015

Wisata dan sejarah Gunung Padang


Situs Gunung Padang serta Kampung Panggulan, Desa Karyamukti Kecamatan Campaka, Cianjur, yakni Situs megalitik berupa punden berundak yang paling besar di Asia Tenggara. Ini mengingat luas bangunan purbakalanya seputar 900 m2 dengan luas areal website sendiri lebih kurang seputar 3 ha. 

Hadirnya website ini peratama kali tampak dalam laporan Rapporten van de oudheid-kundigen Dienst (ROD), th. 1914, lalu dilaporkan NJ Krom th. 1949. pada th. 1979 aparat berkenaan dalam soal pembinaan serta riset benda cagar budaya yakni penilik kebudayaan setempat disusul oleh ditlinbinjarah serta Pulit Arkenas lakukan peninjauan ke tempat website. Mulai sejak sejak saat itu usaha riset pada website Gunung Padang mulai diakukan baik dari pojok arkeologis, historis, geologis serta yang lain. 

Bentuk bangunan punden berundaknya mencerminkan kebiasaan megalitik (mega bermakna besar serta lithos berarti batu) seperti banyak didapati di banyak daerah di Jawa Barat. Website Gunung Padang yang ada 50 km. dari Cianjur konon yakni website megalitik terbesar di Asia Tenggara. Di group sebagian orang setempat, website itu diakui juga sebagai bukti usaha Prabu Siliwangi bangun istana dalam semalam. 

Dibantu oleh pasukannya, ia berupaya menghimpun balok-balok batu yang cuma ada di daerah itu. Tetapi, malam rupanya lebih cepat berlalu. Di ufuk timur semburat fajar sudah menggagalkan kerja kerasnya, jadi derah itu lalu ia tinggalkan. Batu-batunya ia biarlah berantakan diatas bukit yang saat ini diberi nama Gunung Padang. Padang berarti jelas. 

Punden berundak Gunung Padang, di bangun dengan batuan vulkanik masif yang berupa persegi panjang. 

Bangunannya terbagi dalam lima teras dengan ukuran tidak sama. Batu-batu itu sekalipun belum alami sentuhan tangan manusia dalam makna, belum diakukan atau di buat oleh tangan manusia. 

Balok-balok batu yang jumlahya sangatlah banyak itu menyebar nyaris menutupi sisi puncak Gunung Padang. Beberapa orang setempat menjuluki sebagian batu yang ada di teras-teras itu dengan beberapa nama berbau Islam. Umpamanya ada yang dimaksud meja Kiai Giling Pangancingan, Kursi Eyang Bonang, Jojodog atau tempat duduk Eyang Swasana, sandaran batu Syeh Suhaedin dengan kata lain Syeh Abdul Rusman, tangga Eyang Syeh Marzuki, serta batu Syeh Abdul Fukor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar